APA ITU PAJAK?
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Pembayaran pajak merupakan perwujudan dari kewajiban kenegaraan dan peran serta Wajib Pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Sesuai falsafah undang-undang perpajakan, membayar pajak bukan hanya merupakan kewajiban, tetapi merupakan hak dari setiap warga Negara untuk ikut berpartisipasi dalam bentuk peran serta terhadap pembiayaan negara dan pembangunan nasional.
Unsur
pajak
Dari berbagai definisi yang diberikan terhadap pajak,
baik pengertian secara ekonomis (pajak sebagai pengalihan sumber dari sektor
swasta ke sektor pemerintah) atau pengertian secara yuridis (pajak adalah iuran
yang dapat dipaksakan) dapat ditarik kesimpulan tentang unsur-unsur yang
terdapat pada pengertian pajak, antara lain sebagai berikut:
1. Pajak
dipungut berdasarkan undang-undang. Asas ini sesuai dengan perubahan ketiga UUD
1945 pasal 23A yang menyatakan, "pajak dan pungutan lain yang bersifat
memaksa untuk keperluan negara diatur dalam undang-undang."
2. Tidak
mendapatkan jasa timbal balik (kontraprestasi perseorangan) yang dapat
ditunjukkan secara langsung. Misalnya, orang yang taat membayar pajak kendaraan
bermotor akan melalui jalan yang sama kualitasnya dengan orang yang tidak
membayar pajak kendaraan bermotor.
3. Pemungutan
pajak diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah dalam rangka
menjalankan fungsi pemerintahan, baik prasarana maupun sarana.
4. Pemungutan
pajak dapat dipaksakan. Pajak dapat dipaksakan apabila wajib pajak tidak
memenuhi kewajiban perpajakan dan dapat dikenakan sanksi sesuai peraturan
perundang-undangan.
5. Selain
fungsi budgeter (anggaran) yaitu fungsi mengisi Kas Negara/Anggaran Negara yang
diperlukan untuk menutup pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan, pajak juga
berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan negara dalam
lapangan ekonomi dan sosial (fungsi mengatur / regulatif).
Penggolongan
Jenis pajak
Pajak di Indonesia dapat dibedakan atas tiga
kategori yaitu:
1.
Berdasarkan
pihak yang menanggung pajak;
Berdasarkan pihak yang menanggung,
pajak terdiri dari dua macam pajak yaitu
·
Pajak Langsung
adalah pajak yang pembayarannya
harus ditanggung sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dialihkan kepada
pihak lain serta dikenakan secara berulang-ulang pada waktu-waktu tertentu.
Contohnya Pajak Penghasilan, Pajak Bumi dan Bangunan.
·
Pajak Tidak Langsung
pajak yang pembayarannya dapat
dialihkan kepada pihak lain dan hanya dikenakan pada hal-hal tertentu atau
peristiwa-peristiwa tertentu saja. Contoh: Pajak Penjualan, PPN, PPn-BM, Bea
Materai, dan Cukai.
2.
Berdasarkan
sifatnya
Pajak terdiri dari dua macam berdasarkan
sifatnya, antara lain:
·
Pajak Subjektif
pengenaan pajak dengan pertama-tama
memperhatikan keadaan pribadi wajib pajak (subjeknya). Setelah diketahui
keadaan subjeknya barulah diperhatikan keadaan objektifnya sesuai gaya pikul
apakah dapat dikenakan pajak atau tidak. Misalnya perhitungan Pajak
Penghasilan, jumlah tanggungan dapat mengurangi jumlah pajak yang harus dibayar
Pajak Obyektif
pengenaan pajak dengan pertama-tama
memperhatikan/melihat objeknya, baik berupa keadaan atau perbuatan atau peristiwa
yang menyebabkan timbulnya kewajiban membayar pajak. Setelah diketahui
objeknya, barulah dicari subjeknya yang mempunyai hubungan hukum dengan objek
yang telah diketahui. Misalnya Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tidak
memperhitungkan apakah wajib pajak tersebut memiliki tanggungan atau tidak.
3.
Berdasarkan
pihak yang memungut pajak
Berdasarkan pihak yang
memungut, pajak terdiri dari dua macam, antara lain:
·
Pajak Pusat
pajak-pajak yang
dikelola oleh Pemerintah Pusat yang dalam hal ini sebagian dikelola oleh
Direktorat Jenderal Pajak - Kementerian Keuangan. Adapun pajak-pajak pusat yang
dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak meliputi:
·
Pajak Penghasilan (PPh)
PPh adalah pajak yang
dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas penghasilan yang diterima atau
diperoleh dalam suatu Tahun Pajak. Yang dimaksud dengan penghasilan adalah
setiap tambahan kemampuan ekonomis yang berasal baik dari Indonesia maupun dari
luar Indonesia yang dapat digunakan untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan
dengan nama dan dalam bentuk apapun. Dengan demikian, maka penghasilan itu
dapat berupa keuntungan usaha, gaji, honorarium, hadiah, dan lain sebagainya.
Dasar hukum diberlakukan PPh adalah UU No. 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan
Keempat Atas UU No. 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan
Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) dan PPn BM
PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang
Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean berdasarkan UU No. 8
Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah yang diubah terakhir kali dengan UU No. 42 Tahun 2009
Pajak
Bumi dan Bangunan
Berdasarkan Undang-undang nomor 12 Tahun 1985
tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
nomor 12 Tahun 1994, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan Pajak Negara yang
dikenakan terhadap bumi dan atau bangunan. Sejak berlakunya UU nomor 28 tahun
2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah maka kewenangan pemerintah pusat
untuk melakukan pemungutan PBB hanya pada sektor Perhutanan, Perkebunan dan
sektor Pertambangan sedangkan PBB sektor Pedesaan dan Perkotaan dialihkan ke
pemerintah Kabupaten/Kota.
Bea
Meterai
Bea meterai menurut UU Nomor 13 Tahun 1985 merupakan
pajak yang dikenakan atas dokumen yang bersifat perdata dan dokumen untuk
digunakan di pengadilan. Pajak atas dokumen sebagaimana diatur dalam
Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai. Pada Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia No. 24 Tahun 2000 menjelaskan tentang Perubahan
Tarif Bea Meterai dan Besarnya Pengenaan Harga Nominal Yang Dikenakan Bea
Meterai.
Bea
Keluar / Bea Masuk
UU No. 10 Tahun 1995 jo. UU No. 17 Tahun 2006
tentang Kepabeanan
Cukai
UU No. 11 Tahun 1995 jo. UU No. 39 Tahun 2007
tentang Cukai
Pajak
Daerah
Pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Daerah
baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota berdasarkan Undang-undang Nomor
28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD) yang dikelola
oleh Dinas Pendapatan Daerah (Dipenda), antara lain:
Pajak
Provinsi
·
Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan
di Atas Air;
·
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan
Kendaraan di Atas Air;
·
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bemotor;
·
Pajak Air Permukaan; dan
·
Pajak Rokok.
Pajak
Kabupaten/Kota
·
Pajak Hotel,
·
Pajak Restoran,
·
Pajak Hiburan,
·
Pajak Reklame,
·
Pajak Penerangan Jalan,
·
Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan,
·
Pajak Parkir,
·
Pajak Air Tanah,
·
Pajak Sarang Burung Walet
·
Pajak Bumi dan Bangunan sektor Pedesaan
dan Perkotaan
·
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan
Undang-undang
perpajakan negara
·
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
stdtd Undang-Undang Nomor 16 Tahun
2009
·
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang
Pajak Penghasilan
stdtd Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2008
·
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
stdtd Undang-Undang Nomor 42 Tahun
2009
·
Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995
tentang Kepabeanan
stdd Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2006
·
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995
tentang Cukai
stdd Undang-Undang Nomor 39 Tahun
2007
Fungsi
pajak
Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam
kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak
merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk
pengeluaran pembangunan. Uang yang dihasilkan dari perpajakan digunakan oleh
negara dan institusi di dalamnya sepanjang sejarah untuk mengadakan berbagai
macam fungsi. Beberapa fungsi tersebut antara lain untuk pembiataan perang,
penegakan hukum, keamanan atas aset, infrastruktur ekonomi, pekerjaan publik,
subsidi, dan operasional negara itu sendiri. Dana pajak juga digunakan untuk
membayar utang negara dan bunga atas utang tersebut. Pemerintah juga
menggunakan dana pajak untuk membiayai jaminan kesejahteraan dan pelayanan
publik. Pelayanan ini termasuk pendidikan, kesehatan, pensiun, bantuan bagi
yang belum mendapat pekerjaan, dan transportasi umum. Penyediaan listrik, air,
dan penanganan sampah juga menggunakan dana pajak dalam porsi tertentu. Negara
masa kolonial maupun modern juga telah menggunakan mendorong produksi menjadi
pergerakan ekonomi
Kebanyakan ahli ekonomi, terutama neo-klasik
berpendapat bahwa pajak menciptakan distorsi pasar yang mengakibatkan pasar
yang tidak efisien. Oleh karenanya, mereka mencari jenis pajak yang dapat
meminimalkan pengaruh distorsi tersebut.[9] Pemerintah menggunakan berbagai
jenis pajak dan menetapkan berbagai tarif pajak. Tindakan ini dilakukan untuk
mendistribusikan beban pajak kepada individu atau kelas populasi yang terlibat
dalam kegiatan kena pajak, seperti misalnya bisnis,atau untuk mendistribusi
ulang sumber daya di antara individu dan kelas populasi. Pada masa lampai,
kebangsawanan ditunjukkan dengan adanya pajak atas yang miskin; sistem jaminan
kesejahteraan modern bersifat sebaliknya, ditujukan untuk membantu rakyat
miskin, cacat, atau pensiun dengan memajaki rakyat yang masih bekerja. Pajak
juga digunakan untuk membiayai bantuan ke negara lain dan ekpedisi militer,
untuk mempengaruhi kondisi ekonomi makro (strategi pemerintah dalam pelaksanaan
kebijakan ini disebut kebijakan fiskal), atau untuk mengubah pola konsumsi dan
tenaga kerja dalam sistem ekonomi, dengan menjadikan beberapa jenis transaksi
kurang menarik.
Sistem perpajakan nasional merupakan refleksi dari
nilai-nilai bangsa dan nilai yang dipegang oleh pihak yang memang kekuasaan
politik. Untuk menciptakan sistem perpajakan, sebuah bangsa harus membuat
pilihan terkait distribusi beban pajak – siapa yang akan membayar pajak dan
seberapa banyak mereka harus membayar – dan bagaimana pajak yang telah dipungut
kemudian dibelanjakan. Dalam sistem demokrasi di mana rakyat memilih
orang-orang yang bertanggung jawab dalam menjalankan sistem perpajakan, pilihan
rakyat menunjukkan jenis komunitas yang ingin diciptakan oleh rakyat. Pada
negara yang rakyat tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap sistem
perpajakan, sistem perpajakan merupakan refleksi dari nilai-nilai dari pihak
yang berkuasa.
Setiap proses bisnis memakan biaya administrasi saat
melakukan kegiatan penciptaan penghasilan, pajak pun mengalami hal serupa.
Jumlah penerimaan pajak selalu lebih besar daripada jumlah neto yang kemudian
dapat digunakan. Selisih antara jumlah pajak yang didapat dengan yang neto
dapat digunakan disebut biaya kepatuhan (compliance cost). Biaya ini termasuk
biaya tenaga yang dikeluarkan dan biaya lain yang muncul saat proses
administrasi pajak yang mematugi hukum dan perundangan di bidang perpajakan.
Pemungutan pajak yang penggunaannya telah ditetapkan untuk tujuan tertentu,
misalnya pemajakan atas alkohol yang kemudian hasilnya digunakan untuk membiaya
pusat rehabilitasi alkohol disebut hipotekasi. Kebijakan ini sering kali tidak
dimintasi oleh menteri Keuangan karena mengurangi kebebasan tindakan atas
pasar. Beberapa fungsi pajak antara lain:
·
Fungsi
anggaran (budgetair)
Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi
untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara.[11] Untuk menjalankan
tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan
biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak
digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang,
pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan, uang
dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi
pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun harus
ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan
ini terutama diharapkan dari sektor pajak.
·
Fungsi
mengatur (regulerend)
Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui
kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat
untuk mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik
dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan
pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea
masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.
·
Fungsi
stabilitas
Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk
menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi
dapat dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur
peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif
dan efisien.
·
Fungsi
redistribusi pendapatan
Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan
untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai
pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan
dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.
Syarat
pemungutan pajak
Tidaklah mudah untuk membebankan pajak pada
masyarakat. Bila terlalu tinggi, masyarakat akan enggan membayar pajak. Namun
bila terlalu rendah, maka pembangunan tidak akan berjalan karena dana yang
kurang. Agar tidak menimbulkan berbagai masalah, maka pemungutan pajak harus
memenuhi persyaratan yaitu:
·
Pemungutan
pajak harus adil
Seperti halnya produk hukum pajak pun mempunyai
tujuan untuk menciptakan keadilan dalam hal pemungutan pajak. Adil dalam
perundang-undangan maupun adil dalam pelaksanaannya.
Contohnya:
-
Dengan mengatur hak dan kewajiban para
wajib pajak
-
Pajak diberlakukan bagi setiap warga
negara yang memenuhi syarat sebagai wajib pajak
-
Sanksi atas pelanggaran pajak
diberlakukan secara umum sesuai dengan berat ringannya pelanggaran
·
Pengaturan
pajak harus berdasarkan UU
Sesuai dengan Pasal 23 UUD 1945 yang berbunyi:
"Pajak dan pungutan yang bersifat untuk keperluan negara diatur dengan
Undang-Undang", ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan
UU tentang pajak, yaitu:
-
Pemungutan pajak yang dilakukan oleh
negara yang berdasarkan UU tersebut harus dijamin kelancarannya
-
Jaminan hukum bagi para wajib pajak
untuk tidak diperlakukan secara umum
-
Jaminan hukum akan terjaganya
kerasahiaan bagi para wajib pajak
·
Pungutan
pajak tidak mengganggu perekonomian
Pemungutan pajak harus diusahakan sedemikian rupa
agar tidak mengganggu kondisi perekonomian, baik kegiatan produksi,
perdagangan, maupun jasa. Pemungutan pajak jangan sampai merugikan kepentingan
masyarakat dan menghambat lajunya usaha masyarakat pemasok pajak, terutama
masyarakat kecil dan menengah.
·
Pemungutan
pajak harus efesien
Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka pemungutan
pajak harus diperhitungkan. Jangan sampai pajak yang diterima lebih rendah
daripada biaya pengurusan pajak tersebut. Oleh karena itu, sistem pemungutan
pajak harus sederhana dan mudah untuk dilaksanakan. Dengan demikian, wajib
pajak tidak akan mengalami kesulitan dalam pembayaran pajak baik dari segi
penghitungan maupun dari segi waktu.
·
Sistem
pemungutan pajak harus sederhana
Bagaimana pajak dipungut akan sangat menentukan
keberhasilan dalam pungutan pajak. Sistem yang sederhana akan memudahkan wajib
pajak dalam menghitung beban pajak yang harus dibiayai sehingga akan memberikan
dapat positif bagi para wajib pajak untuk meningkatkan kesadaran dalam
pembayaran pajak. Sebaliknya, jika sistem pemungutan pajak rumit, orang akan
semakin enggan membayar pajak.
Contoh:
-
Bea meterai disederhanakan dari 167
macam tarif menjadi 2 macam tariff
-
Tarif PPN yang beragam disederhanakan
menjadi hanya satu tarif, yaitu 10%
-
Pajak perseorangan untuk badan dan pajak
pendapatan untuk perseorangan disederhanakan menjadi pajak penghasilan (PPh)
yang berlaku bagi badan maupun perseorangan (pribadi)
Asas
pemungutan
Asas pemungutan pajak menurut pendapat para ahli
Untuk dapat mencapai tujuan dari pemungutan pajak,
beberapa ahli yang mengemukakan tentang asas pemungutan pajak, antara lain:
Adam Smith, pencetus teori The Four Maxims
1. Menurut
Adam Smith dalam bukunya Wealth of Nations dengan ajaran yang terkenal
"The Four Maxims", asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut:
·
Asas Equality(asas keseimbangan dengan
kemampuan atau asas keadilan): pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara
harus sesuai dengan kemampuan dan penghasilan wajib pajak. Negara tidak boleh
bertindak diskriminatif terhadap wajib pajak.
·
Asas Certainty (asas kepastian hukum):
semua pungutan pajak harus berdasarkan UU, sehingga bagi yang melanggar akan
dapat dikenai sanksi hukum.
·
Asas Convinience of Payment (asas
pemungutan pajak yang tepat waktu atau asas kesenangan): pajak harus dipungut
pada saat yang tepat bagi wajib pajak (saat yang paling baik), misalnya disaat
wajib pajak baru menerima penghasilannya atau disaat wajib pajak menerima hadiah.
·
Asas Efficiency (asas efisien atau asas
ekonomis): biaya pemungutan pajak diusahakan sehemat mungkin, jangan sampai
terjadi biaya pemungutan pajak lebih besar dari hasil pemungutan pajak.[12]
2. Menurut
W.J. Langen, asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut:
·
Asas daya pikul: besar kecilnya pajak
yang dipungut harus berdasarkan besar kecilnya penghasilan wajib pajak. Semakin
tinggi penghasilan maka semakin tinggi pajak yang dibebankan.
·
Asas manfaat: pajak yang dipungut oleh
negara harus digunakan untuk kegiatan-kegiatan yang bermanfaat untuk
kepentingan umum.
·
Asas kesejahteraan: pajak yang dipungut
oleh negara digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
·
Asas kesamaan: dalam kondisi yang sama
antara wajib pajak yang satu dengan yang lain harus dikenakan pajak dalam
jumlah yang sama (diperlakukan sama).
·
Asas beban yang sekecil-kecilnya:
pemungutan pajak diusahakan sekecil-kecilnya (serendah-rendahnya) jika
dibandingkan dengan nilai objek pajak sehingga tidak memberatkan para wajib
pajak.
3. Menurut
Adolf Wagner, asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut:[13]
·
Asas politik finansial: pajak yang
dipungut negara jumlahnya memadai sehingga dapat membiayai atau mendorong semua
kegiatan negara.
·
Asas ekonomi: penentuan objek pajak
harus tepat, misalnya: pajak pendapatan, pajak untuk barang-barang mewah
·
Asas keadilan: pungutan pajak berlaku
secara umum tanpa diskriminasi, untuk kondisi yang sama diperlakukan sama pula.
·
Asas administrasi: menyangkut masalah
kepastian perpajakan (kapan, dimana harus membayar pajak), keluwesan penagihan
(bagaimana cara membayarnya) dan besarnya biaya pajak.
·
Asas yuridis: segala pungutan pajak
harus berdasarkan undang-undang.
Asas
Pengenaan Pajak
Agar negara dapat mengenakan pajak kepada warganya
atau kepada orang pribadi atau badan lain yang bukan warganya, tetapi mempunyai
keterkaitan dengan negara tersebut, tentu saja harus ada ketentuan-ketentuan
yang mengaturnya. Sebagai contoh di Indonesia, secara tegas dinyatakan dalam
Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 bahwa segala pajak untuk keuangan
negara ditetapkan berdasarkan undang-undang. Untuk dapat menyusun suatu
undang-undang perpajakan, diperlukan asas-asas atau dasar-dasar yang akan dijadikan
landasan oleh negara untuk mengenakan pajak.
Terdapat beberapa asas yang dapat dipakai oleh
negara sebagai asas dalam menentukan wewenangnya untuk mengenakan pajak,
khususnya untuk pengenaan pajak penghasilan. Asas utama yang paling sering
digunakan oleh negara sebagai landasan untuk mengenakan pajak adalah:
·
Asas
domisili atau disebut juga asas kependudukan (domicile/residence principle)
Berdasarkan asas ini negara akan
mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi
atau badan, apabila untuk kepentingan perpajakan, orang pribadi tersebut
merupakan penduduk (resident) atau berdomisili di negara itu atau apabila badan
yang bersangkutan berkedudukan di negara itu. Dalam kaitan ini, tidak
dipersoalkan dari mana penghasilan yang akan dikenakan pajak itu berasal.
Itulah sebabnya bagi negara yang menganut asas ini, dalam sistem pengenaan
pajak terhadap penduduk-nya akan menggabungkan asas domisili (kependudukan)
dengan konsep pengenaan pajak atas penghasilan baik yang diperoleh di negara
itu maupun penghasilan yang diperoleh di luar negeri (world-wide income
concept).
·
Asas
sumber
Negara yang menganut asas sumber
akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang
pribadi atau badan hanya apabila penghasilan yang akan dikenakan pajak itu
diperoleh atau diterima oleh orang pribadi atau badan yang bersangkutan dari
sumber-sumber yang berada di negara itu. Dalam asas ini, tidak menjadi
persoalan mengenai siapa dan apa status dari orang atau badan yang memperoleh
penghasilan tersebut sebab yang menjadi landasan penge¬naan pajak adalah objek
pajak yang timbul atau berasal dari negara itu. Contoh: Tenaga kerja asing
bekerja di Indonesia maka dari penghasilan yang didapat di Indonesia akan
dikenakan pajak oleh pemerintah Indonesia.
·
Asas
kebangsaan atau asas nasionalitas atau disebut juga asas kewarganegaraan (nationality/citizenship
principle)
Dalam asas ini, yang menjadi
landasan pengenaan pajak adalah status kewarganegaraan dari orang atau badan
yang memperoleh penghasilan. Berdasarkan asas ini, tidaklah menjadi persoalan
dari mana penghasilan yang akan dikenakan pajak berasal. Seperti halnya dalam
asas domisili, sistem pengenaan pajak berdasarkan asas nasionalitas ini
dilakukan dengan cara menggabungkan asas nasionalitas dengan konsep pengenaan
pajak atas world wide income.
Terdapat beberapa perbedaan prinsipil antara asas
domisili atau kependudukan dan asas nasionalitas atau kewarganegaraan di satu
pihak, dengan asas sumber di pihak lainnya. Pertama, pada kedua asas yang
disebut pertama, kriteria yang dijadikan landasan kewenangan negara untuk
mengenakan pajak adalah status subjek yang akan dikenakan pajak, yaitu apakah
yang bersangkutan berstatus sebagai penduduk atau berdomisili (dalam asas
domisili) atau berstatus sebagai warga negara (dalam asas nasionalitas). Di
sini, asal muasal penghasilan yang menjadi objek pajak tidaklah begitu penting.
Sementara itu, pada asas sumber, yang menjadi landasannya adalah status
objeknya, yaitu apakah objek yang akan dikenakan pajak bersumber dari negara
itu atau tidak. Status dari orang atau badan yang memperoleh atau menerima
penghasilan tidak begitu penting. Kedua, pada kedua asas yang disebut pertama,
pajak akan dikenakan terhadap penghasilan yang diperoleh di mana saja
(world-wide income), sedangkan pada asas sumber, penghasilan yang dapat
dikenakan pajak hanya terbatas pada penghasilan-penghasilan yang diperoleh dari
sumber-sumber yang ada di negara yang bersangkutan.
Kebanyakan negara, tidak hanya mengadopsi salah satu
asas saja, tetapi mengadopsi lebih dari satu asas, bisa gabungan asas domisili
dengan asas sumber, gabungan asas nasionalitas dengan asas sumber, bahkan bisa
gabungan ketiganya sekaligus.
Indonesia,
dari ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983
sebagaimana terakhir telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994,
khususnya yang mengatur mengenai subjek pajak dan objek pajak, dapat
disimpulkan bahwa Indonesia menganut asas domisili dan asas sumber sekaligus
dalam sistem perpajakannya. Indonesia juga menganut asas kewarganegaraan yang
parsial, yaitu khusus dalam ketentuan yang mengatur mengenai pengecualian
subjek pajak untuk orang pribadi.
Jepang,
misalnya untuk individu yang merupakan penduduk (resident individual)
menggunakan asas domisili, di mana berdasarkan asas ini seorang penduduk Jepang
berkewajiban membayar pajak penghasilan atas keseluruhan penghasilan yang
diperolehnya, baik yang diperoleh di Jepang maupun di luar Jepang. Sementara
itu, untuk yang bukan penduduk (non-resident) Jepang, dan badan-badan usaha
luar negeri berkewajiban untuk membayar pajak penghasilan atas setiap
penghasilan yang diperoleh dari sumber-sumber di Jepang.
Australia,
untuk semua badan usaha milik negara maupun swasta yang berkedudukan di
Australia, dikenakan pajak atas seluruh penghasilan yang diperoleh dari seluruh
sumber penghasilan. Sementara itu, untuk badan usaha luar negeri, hanya
dikenakan pajak atas penghasilan dari sumber yang ada di Australia.
Teori
pemungutan
Menurut R. Santoso Brotodiharjo SH, dalam bukunya
Pengantar Ilmu Hukum Pajak, ada beberapa teori yang mendasari adanya pemungutan
pajak, yaitu:
·
Teori asuransi, menurut teori ini,
negara mempunyai tugas untuk melindungi warganya dari segala kepentingannya
baik keselamatan jiwanya maupun keselamatan harta bendanya. Untuk perlindungan
tersebut diperlukan biaya seperti layaknya dalam perjanjian asuransi diperlukan
adanya pembayaran premi. Pembayaran pajak ini dianggap sebagai pembayaran premi
kepada negara. Teori ini banyak ditentang karena negara tidak boleh disamakan
dengan perusahaan asuransi.
·
Teori kepentingan, menurut teori ini,
dasar pemungutan pajak adalah adanya kepentingan dari masing-masing warga
negara. Termasuk kepentingan dalam perlindungan jiwa dan harta. Semakin tinggi
tingkat kepentingan perlindungan, maka semakin tinggi pula pajak yang harus
dibayarkan. Teori ini banyak ditentang, karena pada kenyataannya bahwa tingkat
kepentingan perlindungan orang miskin lebih tinggi daripada orang kaya. Ada
perlindungan jaminan sosial, kesehatan, dan lain-lain. Bahkan orang miskin
justru dibebaskan dari beban pajak.
Penerimaan
pajak di Indonesia
Penerimaan pajak tahun 2012 adalah 835,25 Triliun,
dibandingkan dengan realisasi Tahun 2011 maka realisasi penerimaan perpajakan
tahun 2012 naik sebesar 92,53 triliun atau mengalami pertumbuhan sebesar 12, 47
%. Pertumbuhan ini lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan Produk Domestik
Bruto (PDB) tahun 2012 sebesar 10,87%. Realisasi penerimaan pajak 2012 per
jenis pajak:
·
Pajak Penghasilan (PPh) Rp464,66 triliun
·
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM) Rp336,05 triliun
·
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Rp28,96
triliun
Rencana penerimaan pajak Tahun 2013 adalah sebesar
Rp1.042,32 triliun atau tumbuh 24,79% dibandingkan dengan realisasi penerimaan
tahun 2012. Penerimaan tersebut memberikan kontribusi sebesar 68,14% dari
rencana anggaran Pendapatan Negara Tahun 2013 sebesar Rp1.529,67 triliun.
Pendapatan pajak itu belum termasuk pendapatan
cukai, bea masuk, dan pendapatan pungutan ekspor.
Pajak
·
Berdasarkan
wujudnya, pajak dibedakan menjadi
-
Pajak langsung adalah pajak yang
dibebankan secara langsung kepada wajib pajak seperti pajak pendapatan, pajak
kekayaan.
-
Pajak tidak langsung adalah
pajak/pungutan wajib yang harus dibayarkan sebagai sumbangan wajib kepada
negara yang secara tidak langsung dikenakan kepada wajib pajak seperti cukai
rokok dan sebagainya.
·
Berdasarkan
jumlah yang harus dibayarkan, pajak dibedakan menjadi:
-
Pajak pendapatan adalah pajak yang
dikenakan atas pendapatan tahunan dan laba dari usaha seseorang, perseroan
terbatas/unit lain.
-
Pajak penjualan adalah pajak yang
dibayarkan pada waktu terjadinya penjualan barang/jasa yang dikenakan kepada
pembeli.
-
Pajak badan usaha adalah pajak yang
dikenakan kepada badan usaha seperti perusahaan bank dan sebagainya.
Laba usaha yang diterima oleh badan usaha maupun
perorangan itulah yang akan dikenai PPh. Namun, bagi Wajib Pajak perorangan,
sebelum laba dikenakan pajak terlebih dahulu dikurangkan dengan Penghasilan
Tidak Kena Pajak (PTKP) yang besarnya ditetapkan dan bergantung pada jumlah
tanggungan keluarganya. Sebenarnya, pihak yang memiliki sebuah usaha berbentuk
badan adalah juga perorangan sebagai investor. Hasil yang akan diterima oleh
investor sebagai pemilik usaha merupakan penghasilan kembali yang merupakan
Objek PPh bagi perorangan. Namun karena prinsip usaha adalah “going concern”
maka keuntungan dari sebuah badan usaha tidak selalu langsung dinikmati oleh
investor (pemilik) tetapi dapat ditanamkan kembali untuk memperbesar usaha.
Sehingga penghasilan yang diterima oleh perorangan atas investasinya di badan
usaha bisa ditunda sampai keuntungan tersebut dibagikan ke perorangan.
·
Pajak
berdasarkan pungutannya dapat dibedakan menjadi:
-
Pajak bumi dan bangunan (PBB) adalah
pajak/pungutan yang dikumpulkan oleh pemerintah pusat terhadap tanah dan
bangunan kemudian didistrubusiakan kepada daerah otonom sebagai pendapatan
daerah sendiri.
-
Pajak perseroan adalah pungutan wajib
atas laba perseroan/badan usaha lain yang modalnya/bagiannya terbagi atas
saham–saham.
-
Pajak siluman adalah pungutan secara
tidak resmi/pajak gelap dan merupakan sumber korupsi.
-
Pajak transit adalah pajak yang dipungut
di tempat tertentu yang harus dilalui oleh pengangkutan orang/barang dari suatu
tempat ke tempat lain.
Comments
Post a Comment